Berita

MENENGOK TRADISI LELUHUR YANG NYARIS TERLUPAKAN

Melihat Tradisi Cok Bakal di Desa Keling
Pertahankan Warisan Leluhur Yang Nyaris Terlupakan

KELING, KEDIRI- Komunitas Orang Pinggiran (KOPI)- Banyak cara yang dilakukan masyarakat pedesaan dalam mengucap syukur atas apa yang diterima mereka. Salah satunya adalah tradisi pemberian cok bakal sebelum panen dan masa tanam. Suatu tradisi melakukan ritual persembahan tradisional dengan cara adat jawa.
Salah satu daerah yang masih terdapat ritual seperti ini adalah di Desa Keling, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Di desa yang terletak di kaki Gunung Kelud ini, ritual cok bakal dilakukan sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada alam dan Sang Pencipta. Tentu, ucapan syukur dengan tradisi seperti itu hanya sebagai perantara saja, selebihnya tetap ditujukan pada Sang Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa. “Cok Bakal ini ada dua macam. Selain ditaruh saat menjelang panen juga dibuat sebelum tanam. Biasanya ada empat buah ditaruh pojok-pojok sawah,” kata Zaenal salah satu warga Dusun Jegles, Desa Keling.
Menurutnya, tradisi semacam ini sudah ada sejak nenek moyang. Dan itu merupakan warisan leluhur yang harus tetap dilestarikan. Namun, Zaenal mengakui bahwa saat ini hanya beberapa orang saja yang melakukan ritual pemberian cok bakal pada lahan padi. Banyak orang yang sudah tidak percaya akan tradisi seperti ini. Dan itu menjadi keprihatinannya. “Biasanya yang masih mempertahankan tradisi ini adalah orang tua,” imbuhnya.
Sore itu Zaenal memang hendak menaruh cok bakal pada lahan padi di Dusun Jegles, Desa Keling yang bulirnya mulai menguning. Ia percaya dengan keyakinan sesuai adat jawa itu bisa menyelaraskan alam. Antara kehidupan,manusia dan alam akan sepadan. Menghargainya dengan cara memberi sesembahan berupa bunga 7 rupa lengkap dengan tambahannya. Bunga tersebut meliputi mawar, kenanga, kantil, pacar banyu basah dan kering, serta bunga melati. Tambahannya berupa telur ayam Jawa dan badeg tape atau sari sisa pembuatan tape singkong. Juga ada lima alat kinang.
Lima alat kinang tersebut diantaranya ada tembakau susur, sirih, jambe, kapur, dan gambir. Selain itu, satu set kaca benggala lengkap dengan kendi kecil juga ada pada satu paket cok bakal yang ditaruh disetiap sudut sawah. Semuanya diwadahi dengan takir berupa daun pisan, atau bisa juga kendi yang terbuat dari tanah liat.
Menurut pria yang akrab disapa Bang Jae ini, mempertahankan warisan tradisi orang tua dan nenek moyang adalah suatu keharusan. Meski zaman telah maju dan hal-hal yang bersifat mistis mulai ditinggalkan oleh sebagaian besar masyarakat, namun baginya adat orang Jawa harus tetap dipegang.
Dan bagi masyarakat Jawa, padi merupakan makanan pokok. Nah, sebagai makanan pokok itulah padi yang ditanam diharapkan berkualitas bagus, panen dengan hasil yang maksimal, serta menjadi beras yang bernilai tinggi. Karena faktor-faktor itulah, tradisi pemberian cok bakal diadakan. Disamping doa dan usaha juga harus tetap diselaraskan.
Menurut Bang Jae, sawah merupakan lahan yang juga memiliki penunggu. Untuk itu segala hal yang berkaitan dengan menanam dan juga memanen bahan makanan pokok di sawah, harus diselamati.
Di Desa Keling, panen biasanya dilaksanakan ketika padi telah berusia hampir tiga bulan. Yaitu ketika padi mulai berisi, dan tak lama kemudian tinggal menunggu waktu untuk memanennya. Hari dan tanggal yang digunakan untuk panen sesekali juga harus dipilih. Yakni dengan cara menentukan hari yang bagus, merupakan hari dengan pasaran yang sama ketika padi ditanam. Yaitu dicarikan hari tepat saat tibo uwoh atau saat mulai muncul hasil. Artinya hari pada penanggalan Jawa yang dipercaya bagus, agar hasil yang akan dipanen nanti juga memiliki kualitas bagus dengan hasil melimpah.
Sampai saat ini, berbagai tradisi Jawa yang diwariskan dari orang tua dan nenek moyang masih teguh dipegang oleh sejumlah masyarakat di Desa Keling. Seperti tradisi cok bakal ini, yang harus pepak, tak ada yang boleh terlewat. Menjadi kearifan lokal Tanah Jawa yang perlu dilestarikan. Sebuah warna dari beragamnya aktivitas masyarakat yang kaya akan budaya di pinggiran Kabupaten Kediri ini. Tentu tanpa mengesampingkan agama dan adat istiadat yang ada. (Pemuda Desa Keling / KOPI)